PandoraBox: Mahasiswa/i Abadi ... ?
Demo Blog

Mahasiswa/i Abadi ... ?

by Sapto Mexavriand kategori :

Sejak dulu ada dua gelar mahasiswa, yakni Cumlaude dan mahasiswa ‘Abadi’. Keduanya tentu berbeda. Cumlaude menandakan prestasi gemilang, kalau mahasiswa abadi? Jangankan bermimpi untuk wisuda, memikirkan sisa mata kuliah yang tidak lulus saja sudah membuat hatinya hancur berkeping-keping. Lalu benarkah mereka yang bergelar mahasiswa abadi akan kehilangan harapan untuk mencari pekerjaan dengan tahun kelulusan dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) di bawah rata-rata?

Bagaimana nasib mereka? Sudah krisis kepercayaan diri, mata kuliah masih saja harus diulang (padahal sudah tiga kali diambil), uang orang tua habis, tidur tidak tenang dan bangun pun tidak terasa nyaman, ada ketakutan serta perasaaan bersalah yang menyertai. Belum lagi ketika mendengar bisik-bisik tetangga, “Eh, si Anu itu kok lama sekali lulusnya. Jangan-jangan sudah tidak kuliah!”

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang menjadi mahasiswa abadi, di dalamnya yang paling dominan adalah pola didik keluarga. Pada umumnya, mahasiswa kebanyakan memilih indekost. Alasannya, supaya mandiri dan belajar dewasa saat menempuh perkuliahan. Namun ada pula alasan lainnya, “Kalo di rumah gue nggak bebas cuy, mendingan ngekost aja deh, biar bebas!” Nah, pola didik keluarga tadi berperan penting bagi si anak saat setiap kali hendak mengambil keputusan dalam kehidupan kost dan kampusnya. Kalau sampai salah sedikit, kemungkinannya akan terperosok semakin jauh.

Dalam kehidupan anak kost/kampus, ada kegiatan-kegiatan di mana sebagai mahluk sosial kita diharapkan mampu bergaul dengan siapapun. Hal itu hadir dalam bentuk nongkrong, makan bareng, dan lain sebagainya. Di ranah pergaulan tersebut seorang mahasiswa yang arif semestinya mampu menempatkan diri dan mengatur waktunya untuk belajar serta berelasi. Namun ada pula keuntungan tersendiri ketika seseorang memiliki pergaulan yang ‘luas’.

Kemana akhirnya mahasiswa abadi akan berujung? Bagi mereka yang sudah mendapatkan gelar ‘keabadian’ tersebut, rasanya sudah tidak asing lagi ketika mereka menerima sanksi dari keluarga, tetangga, dan teman satu angkatannya. Ada yang perlu kita pelajari dari sanksi-sanksi yang mereka dapatkan. Baik itu dalam bentuk nasihat ataupun ejekan supaya cepat lulus. Kita tidak bisa memungkiri ada bekal yang mereka dapatkan ketika sanksi tersebut diterima. Pembentukan mental dan pola pikir mereka akan berubah. Memang hanya dua kemungkinannya. Kalau tidak membaik atau kian frustrasi mendengarkan suara-suara rusuh tersebut (nasehat,dsb).

Soal masa depan, mungkin ini menjadi pergumulan setiap orang, termasuk bagi para mahasiswa bergelar Cumlaude. Jangan dikira mereka tidak kuatir akan pekerjaan. Banyak dari mereka yang mendapatkan pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan. Mengapa? Semasa kuliah mereka berusaha sekeras-kerasnya agar cepat lulus dengan IPK di atas 3,5. Dan impiannya tentu bekerja di perusahaan besar dengan gaji tinggi. Sementara, perusahaan-perusahaan besar membutuhkan orang-orang yang berpengalaman juga bermental baja dan mampu aplikatif serta terampil dalam pergaulan. Biasanya, mereka yang ‘pintar’ itu kebanyakan menghabiskan waktunya di  kamar kost dan kelas kuliah saja.

Di mana mahasiswa abadi akan bekerja? Semua tidak mampu terjawab dengan bibir semata. Perlu kerja keras dan niatan untuk menyelesaikan study secepatnya. Dan tentu kita mesti mendengar dengan baik nasihat serta dorongan kemajuan yang hadir lewat keluarga, teman dekat, dan dosen. Biasanya ketika besi makin digosok, “Katanya sih, makin sip!”
Share



Baca Artikel Terkait Lainnya:

0 komentar Read More ...

0 komentar


Posting Komentar

Looking for something?

Use the form below to search the site:

Still not finding what you're looking for? Drop a comment on a post or contact us so we can take care of it!